Menuju Puskesmas BLUD
Pada tahun 2014 yang lalu, di Indonesia terdapat sekitar 9000 Puskemas,158 diantaranya berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pada tahun 2013 ada tambahan 168 Puskesmas menjadi BLUD, dan 101 dalam proses pengusulan menjadi BLUD, sebagaimana dikemukakan oleh Menko Kesra Agung Laksono baru-baru ini kepada mass media (MI, Sabtu 11 Januari 2014).
Dari data tersebut ternyata bahwa sampai saat ini ada dualisme status Puskesmas di Indonesia.99,96% Puskesmas berstatus non BLUD. Hanya 0.036% telah bersatus BLUD.
Pengelolaan keuangan Puskesmas non BLU tunduk pada ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya. Seluruh pendapatan yang diperoleh Puskesmas harus disetor ke kas daerah. Kemudian dialokasikan kembali ke Puskesmas sebagai bagian dari Rencana Kerja yang diusulkan oleh Satuan Unit Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menjadi induknya.
Boleh jadi alokasi anggaran yang diterima Puskesmas tidak sesuai dengan skala prioritas yang telah direncanakan oleh Puskesmas yang bersangkutan.
Sedangkan Puskesmas yang berstatus BLUD pengelolaan keuangannya lebih fleksibel. Fleksibilitas yang diberikan berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Disamping itu, juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.Ketentuan tersebut merupakan pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.
Sayangnya, sebagian besarPuskesmas bersatus non BLU sehingga tidak fleksibel dalam pengelolaan keuangannya. Berbagai masalah administrative dan procedural pengelolaan keuangan yang rumit harus dipenuhi.Akibatnya dapat menghambat pelayanan kesehatan kepada Peserta program Jaminan Kesehatan.Belum lagi jika dikaitkan dengan peningkatan volume kerja yang tidak sebanding dengan remunerasi para dokter dan perawat di Puskesmas. Masalahnya semakin kompleks.
Puskesmas Sebagai BLUD
BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan statusnya sebagai BLUD.
Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Sedangkan Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian Negara /lembaga /SKPD/ pemerintah daerah.
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
- Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
- Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
- Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
- Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
- Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
- Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
- Pola tata kelola;
- Rencana strategis bisnis;
- Laporan keuangan pokok;
- Sstandar pelayanan minimum; dan
- Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Pejabat pengelola BLU terdiri atas:
- Pemimpin ;
- Pejabat keuangan; dan
- Pejabat teknis.
Pemimpin sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:
- Menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
- Menyiapkan RBA tahunan;
- Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
- Menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
Pejabat keuangan BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
- Mengkoordinasikan penyusunan RBA;
- Menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
- Melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
- Menyelenggarakan pengelolaan kas;
- Melakukan pengelolaan utang-piutang;
- Menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
- Menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
- Menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:
- Menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
- Melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
- Mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLU dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, BLU wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula dalam pertanggungjawabannya, BLU harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan. Oleh karena itu, BLU berperan sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga induknya. Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja (a contractual performance agreement), dimana menteri/pimpinan lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan, dan BLU bertanggung jawab untuk menyajikan layanan yang diminta.
Dengan sifat-sifat tersebut, BLU tetap menjadi instansi pemerintah yang tidak dipisahkan. Dan karenanya, seluruh pendapatan yang diperolehnya dari non APBN/APBD dilaporkan dan dikonsolidasikan dalam pertanggungjawaban APBN/APBD.
Sehubungan dengan privilese yang diberikan dan tuntutan khusus yang diharapkan dari BLU, keberadaannya harus diseleksi dengan tata kelola khusus. Untuk itu, menteri/pimpinan lembaga/satuan kerja dinas terkait diberi kewajiban untuk membina aspek teknis BLU, sementara Menteri Keuangan/PPKD berfungsi sebagai pembina di bidang pengelolaan keuangan.
Pola BLU tersedia untuk diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon. Sehubungan dengan itu, organisasi dan struktur instansi pemerintah yang berkehendak menerapkan PPK-BLU kemungkinan memerlukan penyesuaian dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian, BLU diharapkan tidak sekedar sebagai format baru dalam pengelolaan APBN/APBD, tetapi BLU diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Asas BLU yang lainnya adalah:
- Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk,
- BLU tidak mencari laba,
- Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah,
- Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.
Puskesmas sebagai BLU, diberikan kebebasan dalam meningkatkan pelayanannya ke masyarakat. Puskesmas akan mengelola sendiri keuangannya, tanpa memiliki ketergantungan ke Pemkot seperti yang terjadi selama ini. Gagasan untuk menjadi BLUD sudah jelas secara institusional menjadi badan layan umum. Dalam hal ini, layanan kesehatan diberikan keleluasaan dalam konteks mengelola baik dari sisi sumber daya manusia (SDM) hingga penganggaran.
Demi memberikan pelayanan yang yang lebih maksimal terhadap masyarakat, maka perubahan puskesmas menjadi BLUD bukan tidak mungkin untuk diwujudkan.
Sumber:
- PP RI No.23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
- Wikipedia Bahasa Indonesia
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah